Lembah Sikunir

Telp/Wa : 082220336669

Selasa, 18 April 2017


Tidak tercatat kapan awal mula terjadinya letusan kawah ini, tetapi pernah terjadi letusan-letusan kecil maupun besar beberapa tahun yang silam.
Adanya dapur magma di dalam perut bumi menghasilkan panas dan energi dengan tekanan yang menguat. Apabila tekanannya menguat dan mendesak ke atas permukaan bumi, akan berakibat terjadinya letusan dan terbentuknya kawah baru.
Lava di dalam kawah ini sangat panas, mendidih dan bergejolak. Dari air bercampur lumpur yang berwarna keabu-abuan dan hitam pekat ini tercium bau belerang yang sangat menyengat. Dengan kedalaman sekitar 1-2 m dari permukaan tanah, bibir kawah sangat mudah longsor (labil). Apabila terjadi aktivitas-aktivitas vulkanik, kawah akan semakin bertambah besar.
Asap atau uap belerang tersebut sebaiknya kita hindari. Oleh karena itu, sebaiknya jangan menentang arah angin. Akan tetapi, sedikit uap belerang akan dapat menghaluskan kulit wajah dan menghilangkan jerawat, sehingga merupakan salah satu kosmetik yang alami.
Di sekitar kawah utama/besar, banyak terdapat kawah-kawah kecil dengan aktivitas vulkaniknya. Kalau kita membawa telur dan kita letakkan tepat di atas lubang kawah kecil tersebut, lalu kita tunggu beberapa saat, maka telur akan matang.
Temperatur lava rata-rata hampir mencapai 100C, bahkan terkadang dapat lebih tinggi lagi.
Kadar belerang (sulphur) lava cair di kawah tersebut pada hari-hari biasa sebenarnya tidak begitu tinggi. akan tetapi, bila terjadi letusan yang cukup besar, kemungkinan tidak hanya sulphur saja yang terkandung pada uapnya, tetapi mungkin juga disertai senyawa-senyawa lain seperti Co, Cyanida, dan sebagainya. Oleh karena itu, biasanya jika terjadi letusan vulkanik akan segera dilakukan tindakan pengamanan oleh petugas vulkanologi Dieng berupa tindakan pengecekan mengenai kandungan gas alam apa yang keluar, berbahaya atau tidak, dan sebagainya. 

Candi Srikandi merupakan bangunan nomor tiga pada deret kelompok Candi Arjuna, yaitu terletak sebelah selatan Candi Arjuna atau di antara Candi Arjuna dan Candi Puntadewa. Denah candi berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 3,84 m x 3,84 m. Cara penempatan tangga masuk ke bilik masih sama dengan Candi Puntadewa. Demikian juga tingkat atapnya masih berdenah bujur sangkar. Tetapi bentuk kaki telah mengalami perubahan, kalau pada Candi Puntadewa di antara bagian-bagian kaki Candi Srikandi itu disisipi oleh pelipit mendatar. Bentuk semacam ini rupanya telah mengaburkan kaki candi sebagai bidang lantai. Kalau Candi Srikandi merupakan candi yang lebih muda dari Candi Puntadewa, maka yang aneh adalah relung pada tubuh candi. Dua relung pada kanan-kiri pintu yang ditempati oleh arca Mahakala dan Nandiswara tidak ada. Pada ketiga sisi tembok terdapat relung semu, sehingga berlawanan dengan perkembangan relung, kemudian yang justru mengarah semakin menonjol. oleh karena itu Candi Srikandi termasuk candi yang istimewa dalam arsitekturnya. Pada tokoh-tokoh yang digambarkan pada relung semu tersebut, biasanya tokoh-tokoh yang digambarkan adalah dewa-dewa pendamping utama Siwa. Namun pada candi ini digambarkan justru dewa-dewa dalam agama Hindu, yaitu Brahma,Siwa dan Wisnu. Ini merupakan hal yang tidak biasa dalam candi-candi  Hindu di Indonesia. Relief dewa pada relung semu sisi timur ditempati relief Dewa Brahma, relung semu sisi timur ditempati relief Dewa Siwa dan pada sisi utara terdapat gambaran Dewa Wisnu. Demikian juga Kala-Makara pada ambang dan sisi pintu batu-batuannya sudah tidak ada. 

Candi Puntadewa terletak pada deretan ketiga dari Candi Arjuna dan Candi Srikandi. Denah bangunan berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 4,4 m x 4,4 m. Arsitektur candi ini menunjukkan perkembangan dari Candi Arjuna. Dilihat dari penempatan tangga masuk ke bilik Candi Puntadewa telah berbeda dari Candi Arjuna, yaitu tangga dipasang menjorok kedalam kaki candi. Namun bentuk kakinya masih sama, antara bagian bawah dan atas dipisahkan oleh bidang-bidang berpanil. dengan perbedaan dengan cara pemasangan tangga itu Candi Puntadewa dianggap dibangun setelah Candi Arjuna. Pondasi Candi Puntadewa dibuat jauh lebih tinggi dari pada Candi Arjuna. apakah ini upaya untuk tujuan teknis ? Diduga tindakan ini bertalian dengan kondisi tanah yang senantiasa lembab terkadang basah, sehingga dibutuhkan pondasi yang lebih tinggi. Dilihat dari atapnya, sama dengan Candi Arjuna yang bujur sangkar. Tetapi telah terjadi upaya peninggian atap. Didasarkan pada hiasannya, Candi Puntadewa merupakan candi yang paling indah. Relung-relung yang menghiasi tubuh candi tampaknya mendapatkan perlakuan yang istimewa. Lima relung yang dahulunya berisi arca-arca pendamping utama Siwa, meskipun kini telah kosong, tetapi masih kelihatan memiliki aksesori yang sangat indah. Bagian atas relung tepat diatas kepala arca terdapat hiasan kanopi dan bagian bawah diberi lapik (landasan) arca yang tebal serta menonjol. Perbedaan yang menonjol dengan Candi Arjuna adalah penempatan relung. Relung Candi Arjuna ditempatkan dengan cara membuat lubang pada tembok, sedangkan pada Candi Puntadewa, relung justru menjadi ciri perkembangan baru. Sebagai candi dengan gaya Jawa Tengah, candi ini juga dihiasi dengan Kala-Makara yang diukir pada ambang atas relung tubuh candi, atap, serta pintu bilik. Kala digambarkan dengan ciri yang sama seperti candi lain yang tanpa rahang bawah. Yang agak lain adalah Makaranya, gambaran binatang laut yang berbelalai gajah telah distilir dalam bentuk ukiran sulur-sulur. 

Bangunan Candi Sembadra terletak paling selatan di antara Kelompok Candi Arjuna. Bila didasarkan pada penyusunan komponen, maka Candi Sembadra adalah yang paling muda di antara Kelompok Candi Arjuna, bahkan paling muda dari seluruh kompleks Candi Dieng. Cara penempatan tangga masuk ke bilik masih sama dengan Candi Srikandi. Namun tangga ini tidak menjorok masuk kedalam kaki candi, melainkan kedalam pondasi yang telah ditinggikan.
Pondasi langsung menopang tubuh candi. Bila memperhatikan candi-candi lain di Dieng, keadaan tersebut kiranya tidak mengherankan.
Denah candi maupun tingkat atap mirip dengan Candi Gatotkaca dan Candi Dwarawati yang berbentuk palang (ukuran 3,2 x 13,2 m). Kedua candi itu masih memiliki kaki, sehingga Candi Gatotkaca dan Candi Dwarawati berkembang lebih dahulu.
Dengan tidak adanya kaki pada candi Sembadra, maka pertanggalan candi ini dianggap termuda di antara candi-candi di kompleks Candi Dieng.
Bentuk palang pada denah bangunan maupun tingkat atap, terjadi karena kebutuhan penonjolan relung. Dengan adanya ketiga relung yang menonjol ditambah dengan penonjolan serambi pintu mengakibatkan denah menjadi berbentuk seperti ini. Demikianjuga denah tingkat atap yang berbentuk palang, terciptanya karena perubahan relung menjadi kesatuan bangunan dan bukan lagi hanya sebagai kelengkapan saja.
Sangat disayangkan bahwa kondisi bangunan ini malah tidak berkesan sebagai candi yang paling muda, karena bahan bangunan yang berkualitas buruk ditambah dengan asesori yang telah banyak hilang. Ketiga relung yang kini telah kosong, dibuat dengan sederhana dan sempit. Hiasan kala-makara yang biasa didapatkan pada ambang atas dan sisi relung tidak lengkap. Sebab yang ada hanya kala tanpa dilengkapi makara. Kala-makara hanya terdapat pada pintu bilik saja.

Candi Arjuna Candi Arjuna berukuran 6 m x 6 m, Kala termasuk tipe kala Jawa Tengah, yaitu mata agak tertutup, gigi rata kecuali taring, telinganya memakai perhiasan genta, dan di bagian kaki pintu terdapat makara. Di bagian dalam candi terdapat yoni berbentuk meja dengan bagian tengah berlubang menampung tetesan air dari langit-langit atap candi. Kalau lubang tampungan penuh, air meluap di permukaan meja/yoni mengalir ke arah utara. Air melewati saluran lingga dan diteruskan ke bagian depan luar candi, lebih jelas terlihat lingga dalam skala lebih besar. 

Candi Semar di depan Candi Arjuna dengan arah hadap ke timur. Berbeda dengan candi-candi lain di Kelompok Candi Arjuna, Candi Semar mempunyai denah persegi panjang yang berukuran 3,5 m x 7 m. Dilihat dari pemasangan tangga masuk ke bilik, candi ini diduga sejaman dengan Candi Arjuna, kaki candi sebagai lantai tampak tebal dan tangga masuk ke bilik sama dengan Candi Arjuna yaitu menempel pada sisi lantai. Dengan demikian lantai atau kaki masih berfungsi sebagai lantai bangunan. Oleh karena itulah masa pendirian Candi Semar sangat mungkin bersamaan dengan Candi Arjuna. Bentuk bangunan Candi Semar berbeda dengan candi-candi sekitarnya, sehingga menimbulkan pertanyaan. Bentuk bangunan semacam Candi Semar sangat langka. Suatu hal yang tidak dapat ditinggalkan dari Candi Semar sebagai candi yang bercirikan Candi Jawa Tengah adalah Kala-Makara yang menghiasi ambang pintu bilik dan sisi pintu. Tampak disini Kala berbentuk raksasa dengan mulut yang tanpa rahang bawah. Sedangkan Makara berkepala binatang air yang berbelalai gajah mengarah ke samping kanan dan kiri pintu bilik.
1.3.   Candi Puntadewa
Candi Puntadewa terletak pada deretan ketiga dari Candi Arjuna dan Candi Srikandi. Denah bangunan berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 4,4 m x 4,4 m. Arsitektur candi ini menunjukkan perkembangan dari Candi Arjuna. Dilihat dari penempatan tangga masuk ke bilik Candi Puntadewa telah berbeda dari Candi Arjuna, yaitu tangga dipasang menjorok kedalam kaki candi. Namun bentuk kakinya masih sama, antara bagian bawah dan atas dipisahkan oleh bidang-bidang berpanil. Dengan perbedaan pada cara pemasangan tangga itu Candi Puntadewa dianggap dibangun setelah Candi Arjuna. Pondasi Candi Puntadewa dibuat jauh lebih tinggi daripada Candi Arjuna. Apakah ini upaya untuk tujuan teknis ?  Diduga tindakan ini bertalian dengan kondisi tanah yang senantiasa lembab terkadang basah sehingga dibutuhkan pondasi yang lebih tinggi. Dilihat dari atapnya, sama dengan Candi Arjuna yang bujur sangkar. Tetapi telah terjadi upaya peninggian atap. Didasarkan pada hiasannya, Candi Puntadewa merupakan candi yang paling indah. Relung-relung yang menghiasi tubuh candi tampaknya mendapatkan perlakuan yang istimewa. Lima relung yang dahulunya berisi arca-arca pendamping utama Siwa, meskipun kini telah kosong, tetapi masih kelihatan memiliki asesori yang sangat indah. Bagian atas relung tepat diatas kepala arca terdapat hiasan kanopi dan bagian bawah diberi lapik (landasan) arca yang tebal serta menonjol. Pebedaan yang menonjol dengan Candi Arjuna adalah penempatan relung. Relung Candi Arjuna ditempatkan dengan cara membuat lubang pada tembok, sedangkan pada Candi Puntadewa relung justru menjadi ciri perkembangan baru. Sebagai candi dengan gaya Jawa Tengah, candi ini juga dihiasi dengan Kala-Makara yang diukir pada ambang atas relung tubuh candi, atap, serta pintu bilik. Kala digambarkan dengan ciri yang sama seperti candi lain yang tanpa rahang bawah. Yang agak lain adalah Makaranya, gambaran binatang laut yang berbelalai gajah telah distilir dalam bentuk ukiran sulur-sulur.
1.4.   Candi Srikandi
Candi Srikandi merupakan bangunan nomor tiga pada deret Kelompok Candi Arjuna, yaitu terletak sebelah selatan Candi Arjuna atau di antara Candi Arjuna dan Candi Puntadewa. Denah candi berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 3,84 x 3,84 m. Cara penempatan tangga masuk ke bilik masih sama dengan Candi Puntadewa. Demikian juga tingkat atapnya masih berdenah bujur sangkar. Tetapi bentuk kaki telah mengalami perubahan, kalau pada Candi Puntadewa di antara bagian-bagian kaki Candi Srikandi itu disisipi oleh pelipit mendatar. Bentuk semacam ini rupanya telah mengaburkan kaki candi sebagai bidang lantai. Kalau Candi Srikandi merupakan candi yang lebih muda dari Candi Puntadewa, maka yang aneh adalah relung pada tubuh candi. Dua relung pada kanan-kiri pintu yang ditempati oleh arca Mahakala dan Nandiswara tidak ada. Pada ketiga sisi tembok terdapat relung semu, sehingga berlawanan dengan perkembangan relung kemudian yang justru mengarah semakin menonjol. Oleh karena itu Candi Srikandi termasuk candi yang istimewa dalam arsitekturnya.
Pada tokoh-tokoh yang digambarkan pada relung semu tersebut, biasanya tokoh-tokoh yang digambarkan adalah dewa-dewa pendamping utama Siwa. Namun pada candi ini digambarkan justru dewa-dewa dalam agama hindu, yaitu  Brahma, Siwa dan Wisnu. Ini merupakan hal yang tidak biasa dalam candi-candi Hindu di Indonesia. Relief dewa pada relung semu sisi timur ditempati relief Dewa Brahma, relung semu sisi timur ditempati relief Dewa Siwa dan pada sisi utara terdapat gambaran kala-makara. Demikian juga kala-makara pada ambang dan sisi pintu batu-batuannya sudah tidak ada.

Homestay Rosalina merupakan homestay sederhana yang ada di Sikunir, tepatnya di Desa Sembungan.
Homestay Rosalina menyediakan :
                              .2 kamar dengan kamar mandi dalam di lengkapi air panas
                              .1 kamar lesehan kamar mandi luar

Fasilitas Homestay

.2 kamar dengan kamar mandi dalam dengan air panas
.1 kamar lesehan
.1 kamar mandi luar
.Welcome drink
.Tempat parkir untuk 1 mobil

Di bagian timur kompleks candi Dieng terdapat dua telaga yang indah, yaitu Telaga Warna dan Telaga Pengilon. Di sekitarnya terdapat Goa-Goa alam yang sering digunakan sebagai tempat nyepi atau semadi. Beberapa di antaranya tertutup dan dijaga oleh seorang juru kunci, seperti antara lain Goa Semar, Goa Sumur, Goa Jaran. Tempat menarik lainnya adalah Batu Semar (karena bentuknya mirip semar) atau Batu Tulis (karena di sana pernah ditemukan batu bertulis tentang peninggalan Hindu di daerah Dieng). Ada juga pemandian Dewi Nawangwulan dan Pura di atas bukit (masih dalam proses perencanaan).
Telaga-telaga yang berada di daerah Dieng terbentuk dari kawah vulkanik yang tidak aktif lagi. Air yang ada berasal dari mata air atau air hujan yang terkumpul. Pada beberapa bagian telaga masih dapat kita lihat adanya aktivitas vulkanik di bawah permukaan air.
Selain hutan cagar alam, ada beberapa jenis hewan yang dilindungi, antara lain burung, khususnya burung Belibis. Beberapa jenis hewan buas yang dilindungi saat ini sudah jarang ditemui.
Daerah cagar alam ini, bagian timur laut dibatasi pegunungan dan Desa Jojogan, bagian timur ke arah selatan dibatasi pegunungan Kendil, dan bagian barat dibatasi oleh jalan dan Dieng Plateau.
Di atas gunung Kendil dibangun cungkup (pendopo kecil) yang pada hari-hari tertentu banyak dikunjungi para peziarah. Menurut cerita rakyat setempat, tempat cungkup itu dibangun dahulu adalah tempat bersemayam salah seeorang Kyai yang bernama Kyai Kolodete.
Kyai tersebut bersama dua orang temannya, Kyai Karim dan Kyai Walik, diyakini sebagai pendiri Kota Wonosobo.
Kalau kita naik ke atas bukit, akan tampak pemandangan yang sangat indah. Telaga Warna dan Telaga Pengilon, dengan latar belakang dua buah gunung besar. Gunung Sindoro (Sundara) 3151 mdpl, dan pasangannya, yaitu Gunung Sumbing (Suwing), puncaknya mirip bibir sumbing, 3371 mdpl. Kedua gunung ini merupakan suami istri (Sumbing dan Sindoro/Sundara) dan mereka memiliki anak yang cantik, yaitu Gunung Kembang (Bunga), 2200 mdpl, yang berdiri di sebelah ibunya.
Pada bagian bawah lereng bukit dan dekat dengan tepian Telaga Warna, ada sebuah lubang kawah, namanya Kawah Sikendang karena dari lubang kawah yang relatif kecil itu mengeleluarkan suara seperti kendang, itulah sebabnya disebut Kawah Sikendang.

Selasa, 14 Maret 2017

Dieng Plateau atau Dataran Tinggi Dieng berada pada ketinggian 2093 mdpl. Terletak di antara dua daerah Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo. Pemandangannya sangat indah dan sejuk,dan dahulu sudah menjadi pusat perkembangan kebudayaan di Indonesia.

Betapa indah dan cantiknya Dieng Plateau, karena di samping gunung-gunung, ditemui juga berbagai ragam Pesona Alam, Sejarah, serta Kebudayaan, antara lain :
1. Iklim yang sejuk dan udara yang segar
2. Kebudayaan (peninggalan sejarah berupa candi-candi)
3. Goa-goa alam
4. Kawah gunung berapi
5. Telaga
6. Mata air
7. Aneka flora yang tumbuh, dll.

Itu semua dapat kita nikmati di dalam satu area atau wilayah yang luasnya kurang lebih 350 ha. Situs Dieng sendiri luasnya kurang lebih 90 ha, yang meliputi komplek Dwarawati, dan komplek Bima (berdasarkan SK Gubernur Hindia Belanda No. 33 tgl. 6 September 1937)
Nama Dieng berasal dari kata diyang atau dihyang. Artinya tempat Hyang/Dewa. Hyang sendiri artinya "arwah leluhur". Sama artinya dengan tempat para dewa yang bagaikan nirwana.

Dataran Tinggi Dieng sering diliputi oleh kabut. Gumpalan-gumpalan awan putih melingkari gunung-gunung di Dataran Tinggi Dieng bagaikan selendang yang melilit leher seorang gadis cantik. Hampir setiap tahun antara bulan Juli dan Agustus terjadi  hujan es. Orang di daerah tersebut menyebutnya BUN UPAS, (bun=embun, upas=racun). Disebut demikian, karena hujan es tersebut merusak atau melayukan tanaman pertanian. Temperatur pada saat itu biasanya berkisar antara -2'C sampai -3'C.